Karena menunaikan mandi junub itu
adalah termasuk ibadah kepada Allah Ta’ala, maka disamping harus
dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata, juga harus pula
dilaksanakan dengan cara dituntunkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi
wa aalihi wasallam. Dalam hal ini terdapat beberapa riwayat yang
memberitakan beberapa cara mandi junub tersebut. Riwayat-riwayat itu
adalah sebagai berikut :
1. (tulis hadisnya dalam Sunan Abi Dawud jilid 1 hal. 63 hadits ke 249)
“Dari
Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi
wasallam telah bersabda : Barang siapa yang meninggalkan bagian tubuh
yang harus dialiri air dalam mandi janabat walaupun satu rambut untuk
tidak dibasuh dengan air mandi itu, maka akan diperlakukan kepadanya
demikian dan demikian dari api neraka”. HR. Abu Dawud dalam Sunannya
hadits ke 249 dan Ibnu Majah dalam Sunannya hadits ke 599. Dan Ibnu
Hajar Al Asqalani menshahihkan hadits ini dalam Talkhishul Habir jilid 1
halaman 249.
Dengan demikian kita harus meratakan air ketika
mandi janabat ke seluruh tubuh dengan penuh kehati-hatian sehingga
dilakukan penyiraman air ketubuh kita itu berkalai-kali dan rata.
2. (tulis haditsnya di Fathul Bari jilid 1 halaman 429 hadits ke 248)
“Dari
A’isyah radhiyallahu anha beliau menyatakan : Kebiasaannya Rasulullah
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam apabila mandi junub, beliau memulai
dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian beliau berwudhu’
seperti wudhu’ beliau untuk shalat, kemudian beliau memasukkan jari
jemari beliau kedalam air, sehingga beliau menyilang-nyilang dengan jari
jemari itu rambut beliau, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh
tubuh beliau”. HR. Al Bukhari dalam Shahihnya hadits nomer 248 (Fathul
Bari) dan Muslim dalam Shahihnya hadits ke 316. Dalam riwayat Muslim ada
tambahan lafadl berbunyi demikian : “Kemudian beliau mengalirkan air ke
seluruh tubuhnya, kemudian mencuci kedua telapak kakinya”.
Jadi
dalam mandi junubnya Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam,
beliau memasukkan air ke sela-sela rambut beliau dengan jari-jemari
beliau. Ini adalah untuk memastikan ratanya air mandi junub itu sampai
ke kulit yang ada di balik rambut yang tumbuh di atasnya. Sehingga air
mandi junub itu benar-benar mengalir ke seluruh kulit tubuh.
3. (tulis haditsnya di Shahih Muslim Syarh An Nawawi juz 3 hal 556 hadits ke 317)
“Maimunah
Ummul Mu’minin menceritakan : Aku dekatkan kepada Rasulullah sallallahu
alaihi wa aalihi wasallam air mandi beliau untuk janabat. Maka beliau
mencuci kedua telapak tangan beliau dua kali atau tiga kali, kemudian
beliau memasukkan kedua tangan beliau ke dalam bejana air itu, kemudian
beliau mengambil air dari padanya dengan kedua telapak tangan itu untuk
kemaluannya dan beliau mencucinya dengan telapak tangan kiri beliau,
kemudian setelah itu beliau memukulkan telapak tangan beliau yang kiri
itu ke lantai dan menggosoknya dengan lantai itu dengan
sekeras-kerasnya. Kemudian setelah itu beliau berwudlu’ dengan cara
wudlu’ yang dilakukan untuk shalat. Setelah itu beliau menuangkan air ke
atas kepalanya tiga kali tuangan dengan sepenuh telapak tangannya.
Kemudian beliau membasuh seluruh bagian tubuhnya. Kemudian beliau
bergeser dari tempatnya sehingga beliau mencuci kedua telapak kakinya,
kemudian aku bawakan kepada beliau kain handuk, namun beliau
menolaknya”. HR. Muslim dalam Shahihnya hadits ke 317 dari Ibnu Abbas.
Dari
hadits ini, menunjukkan bahwa setelah membasuh kedua telapak tangan
sebagai permulaan amalan mandi junub, maka membasuh kemaluan sampai
bersih dengan telapak tangan sebelah kiri dan setelah itu telapak tangan
kiri itu digosokkan ke lantai dan baru mulai berwudhu’. Juga dalam
riwayat ini ditunjukkan bahwa setelah mandi junub itu, sunnahnya tidak
mengeringkan badan dengan kain handuk.
4. (tulis haditsnya di Fathul Bari jilid 1 halaman 372 hadits ke 260)
“Dari
Maimun (istri Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam), beliau
memberitakan bahwa Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam ketika
mandi janabat, beliau mencuci kemaluannya dengan tangannya, kemudian
tangannya itu digosokkan ke tembok, kemudian setelah itu beliau mencuci
tangannya itu, kemudian beliau berwudlu’ seperti cara wudlu’ beliau
untuk shalat. Maka ketika beliau telah selesai dari mandinya, beliau
membasuh kedua telapak kakinya”. HR. Bukhari dalam Shahihnya, hadits ke
260.
Dari hadits ini, menunjukkan bahwa menggosokkan telapak
tangan kiri setelah mencuci kemaluan dengannya, bisa juga
menggosokkannya ke tembok dan tidak harus ke lantai. Juga dalam hadits
ini diterangkan bahwa setelah menggosokkan tangan ke tembok itu, tangan
tersebut dicuci, baru kemudian berwudlu’.
Penutup Dan Kesimpulan :
Dari berbagai riwayat tersebut di atas kita dapat simpulkan, bahwa cara mandi junub itu adalah sebagai berikut :
1. Mandi junub harus diniatkan ikhlas semata karena Allah Ta’ala dalam rangka menta’atiNya dan beribadah kepadaNya semata.
2.
Dalam mandi junub, harus dipastikan bahwa air telah mengenai seluruh
tubuh sampaipun kulit yang ada di balik rambut yang tumbuh di manapun di
seluruh tubuh kita. Karena itu siraman air itu harus pula dibantu
dingan jari jemari tangan yang mengantarkan air itu ke bagian tubuh yang
paling tersembunyi sekalipun.
3. Mandi junub dimulai dengan
membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan, masing-masing
tiga kali dan cara membasuhnya dengan mengguyur kedua telapak tangan itu
dengan air yang diambil dengan gayung. Dan bukannya dengan mencelupkan
kedua telapak tangan itu ke bak air.
4. Setelah itu mengambil air dengan telapak tangan untuk mencuci kemaluan dengan telapak tangan kiri sehingga bersih.
5. Kemudian telapak tangan kiri itu digosokkan ke lantai atau ke tembok sebanyak tiga kali. Dan setelah itu dibasuh dengan air.
6. Setelah itu berwudlu’ sebagaimana cara berwudlu’ untuk shalat.
7.
Kemudian mengguyurkan air dari kepala ke seluruh tubuh dan
menyilang-nyilangkan air dengan jari tangan ke sela-sela rambut kepala
dan rambut jenggot dan kumis serta rambut mana saja di tubuh kita
sehingga air itu rata mengenai seluruh tubuh.
8. Kemudian bila
diyakini bahwa air telah mengenai seluruh tubuh, maka mandi itu diakhiri
dengan membasuh kedua telapak kaki sampai mata kaki.
9. Disunnahkan untuk tidak mengeringkan badan dengan kain handuk atau kain apa saja untuk mengeringkan badan itu.
10.
Disunnahkan untuk melaksanakan mandi junub itu dengan tertib seperti
yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi
wasallam.
Demikianlah cara mandi junub yang benar sebagaimana
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam
dan juga telah dicontohkan oleh beliau. Semoga dengan kita menunaikan
ilmu ini, amalan ibadah shalat kita akan diterima oleh Allah Ta’aala
karena kita telah suci dari junub atau hadats besar. Amin Ya Mujibas
sa’ilin.
<<< Tentang Mandi Junub
Cara Mandi Junub Yang Benar
Labels:
benar,
betul,
cara,
harus,
junub,
kapan,
mandi,
melaksanakan,
melakukan,
mengapa,
menjalankan,
menunaikan,
muhammad,
pelaksanaan,
Rasulullah,
sunnah,
tepat,
wajib,
yang
Mandi Junub
Mandi junub itu ialah mandi yang diwajibkan oleh agama Islam atas orang-orang mukalaf / Baligh dari kalangan pria maupun wanita untuk membersihkan diri dari hadats besar. Dan menurut aturan Syari’at Islami, mandi junub itu dinamakan mandi wajib dengan mengalirkan air ke seluruh bagian tubuh. Mandi junub ini adalah termasuk dari perkara syarat sahnya shalat kita, sehingga bila kita tidak mengerjakannya dengan cara yang benar maka mandi junub kita itu tidak dianggap sah sehingga kita masih belum lepas dari hadats besar. Akibatnya shalat kita dianggap tidak sah bila kita menunaikannya dalam keadaan belum bersih dari hadats besar dan kecil. Sedangkan mandi junub yang benar itu ialah mandi junub yang dilakukan dengan mengamalkan cara-cara mandi junub yang diajarkan oleh Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam.
Beberapa keadaan yang diwajibkan untuk mandi junub :
Ada beberapa keadaan yang menyebabkan dia dianggap dalam keadaan berhadat besar sehingga diwajibkan dia untuk melepaskan diri darinya dengan mandi junub. Beberapa keadaan itu adalah sebagai berikut :
1. Keluarnya mani, apakah karena syahwat atau karena sebab yang lainnya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dalam sabda beliau sebagai berikut :
(tulis haditsnya di Syarah Shahih Muslim An Nawawi juz 4 hal. 30 hadits ke 81)
Dari Abi Sa’id Al Khudri dari Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam, bahwa beliau bersabda : “Hanyalah air itu (yakni mandi) adalah karena air pula (yakni karena keluar air mani”. HR. Muslim dalam Shahihnya.
Dalam menerangkan hadits ini Al Imam Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf An Nawawi menyatakan : “Dan Ma’nanya ialah : Tidak wajib mandi dengan air, kecuali bila telah keluarnya air yang kental, yaitu mani”.
2. Berhubungan seks, baik keluar mani atau tidak keluar mani. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dalam sabdanya sebagai berikut :
(tulis haditsnya di Fathul Bari Ibni Hajar jilid 1 hal. 395 hadits ke 291)
Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi sallallahu alaihi waalihi wasallam, bahwa beliau bersabda : “Apabila seorang pria telah duduk diantara empat bagian tubuh permpuan (yakni berhubungan seks) kemudian dia bersungguh-sungguh padanya (yakni memasukkan kemaluannya pada kemaluan perempuan itu), maka sungguh dia telah wajib mandi karenanya”. HR. Bukhari dalam Shahihnya.
3. Berhentinya haid dan nifas (Masalah ini akan dibahas insyaallah dalam rubrik kewanitaan).
4. Mati dalam keadaan Muslim, maka yang hidup wajib memandikannya. (Masalah ini akan dibahas insyaallah dalam topik pembahasan “cara memandikan jenazah”).
Cara Mandi Junub / Mandi Wajib Yang Benar >>>
Jangan Lupa Bagikan Informasi ini Ke Teman-Teman di Facebook, Twitter atau GMAIL Anda :)
Beberapa keadaan yang diwajibkan untuk mandi junub :
Ada beberapa keadaan yang menyebabkan dia dianggap dalam keadaan berhadat besar sehingga diwajibkan dia untuk melepaskan diri darinya dengan mandi junub. Beberapa keadaan itu adalah sebagai berikut :
1. Keluarnya mani, apakah karena syahwat atau karena sebab yang lainnya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dalam sabda beliau sebagai berikut :
(tulis haditsnya di Syarah Shahih Muslim An Nawawi juz 4 hal. 30 hadits ke 81)
Dari Abi Sa’id Al Khudri dari Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam, bahwa beliau bersabda : “Hanyalah air itu (yakni mandi) adalah karena air pula (yakni karena keluar air mani”. HR. Muslim dalam Shahihnya.
Dalam menerangkan hadits ini Al Imam Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf An Nawawi menyatakan : “Dan Ma’nanya ialah : Tidak wajib mandi dengan air, kecuali bila telah keluarnya air yang kental, yaitu mani”.
2. Berhubungan seks, baik keluar mani atau tidak keluar mani. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dalam sabdanya sebagai berikut :
(tulis haditsnya di Fathul Bari Ibni Hajar jilid 1 hal. 395 hadits ke 291)
Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi sallallahu alaihi waalihi wasallam, bahwa beliau bersabda : “Apabila seorang pria telah duduk diantara empat bagian tubuh permpuan (yakni berhubungan seks) kemudian dia bersungguh-sungguh padanya (yakni memasukkan kemaluannya pada kemaluan perempuan itu), maka sungguh dia telah wajib mandi karenanya”. HR. Bukhari dalam Shahihnya.
3. Berhentinya haid dan nifas (Masalah ini akan dibahas insyaallah dalam rubrik kewanitaan).
4. Mati dalam keadaan Muslim, maka yang hidup wajib memandikannya. (Masalah ini akan dibahas insyaallah dalam topik pembahasan “cara memandikan jenazah”).
Cara Mandi Junub / Mandi Wajib Yang Benar >>>
Jangan Lupa Bagikan Informasi ini Ke Teman-Teman di Facebook, Twitter atau GMAIL Anda :)
Puasa Syawal
Puasa Syawal Adalah Puasa Sunnah yang dapat di lakukan Selama Enam Hari, dimulai sehari Setelah Shalat Idul Fitri, sampai Berakhirnya Bulan Syawal, Dapat Dilakukan Secara Berturut-turut ataupun Tidak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, …” (HR. Tirmidzi, hadits ini hasan shohih)
Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits Qudsi:
“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala, maka lakukanlah puasa sunnah setelah melakukan yang wajib. Di antara puasa sunnah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam anjurkan setelah melakukan puasa wajib ( puasa Ramadhan ) adalah puasa enam hari di bulan Syawal.
Dianjurkan untuk Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Hal ini dapat dilihat dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sahabat Abu Ayyub Al Anshoriy, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim)
http://nandarsnote.blogspot.com/2011/09/puasa-syawal.html
Pada hadits ini terdapat dalil tegas tentang dianjurkannya puasa enam hari di bulan Syawal dan pendapat inilah yang dipilih oleh madzhab Syafi’i, Ahmad dan Abu Daud serta yang sependapat dengan mereka. Sedangkan Imam Malik dan Abu Hanifah menyatakan makruh. Namun pendapat mereka ini lemah karena bertentangan dengan hadits yang tegas ini. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56)
Puasa Syawal, Puasa Seperti Setahun Penuh
Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)
Orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang semisal. Puasa ramadhan adalah selama sebulan berarti akan semisal dengan puasa 10 bulan. Puasa syawal adalah enam hari berarti akan semisal dengan 60 hari yang sama dengan 2 bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan syawal akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 dan Syarh Riyadhus Sholihin, 3/465). Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat ini bagi umat Islam.
Apakah Puasa Syawal Harus Berurutan dan Dilakukan di Awal Ramadhan Syawal?
Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, 8/56 mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhal (utama) melakukan puasa syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fitri. Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.” Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa syawal tiga hari setelah Idul Fitri misalnya, baik secara berturut-turut ataupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa syawal.
http://nandarsnote.blogspot.com/2011/09/puasa-syawal.html
Catatan: Apabila seseorang memiliki udzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari di bulan syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qodho’ (mengganti) puasa syawal tersebut di bulan Dzulqaiddah. Hal ini tidaklah mengapa. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, 3/466)
Tunaikanlah Qodho’ (Tanggungan) Puasa Terlebih Dahulu
Lebih baik bagi seseorang yang masih memiliki qodho’ puasa Ramadhan untuk menunaikannya daripada melakukan puasa Syawal. Karena tentu saja perkara yang wajib haruslah lebih diutamakan dari pada perkara yang sunnah. Alasan lainnya adalah karena dalam hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” Jadi apabila puasa Ramadhannya belum sempurna karena masih ada tanggungan puasa, maka tanggungan tersebut harus ditunaikan terlebih dahulu agar mendapatkan pahala semisal puasa setahun penuh.
Apabila seseorang menunaikan puasa Syawal terlebih dahulu dan masih ada tanggungan puasa, maka puasanya dianggap puasa sunnah muthlaq (puasa sunnah biasa) dan tidak mendapatkan ganjaran puasa Syawal karena kita kembali ke perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tadi, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” (Lihat Syarhul Mumthi’, 3/89, 100)
Catatan: Adapun puasa sunnah selain puasa Syawal, maka boleh seseorang mendahulukannya dari mengqodho’ puasa yang wajib selama masih ada waktu lapang untuk menunaikan puasa sunnah tersebut. Dan puasa sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Tetapi perlu diingat bahwa menunaikan qodho’ puasa tetap lebih utama daripada melakukan puasa sunnah. Hal inilah yang ditekankan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -semoga Allah merahmati beliau- dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’, 3/89 karena seringnya sebagian orang keliru dalam permasalahan ini.
Kita ambil permisalan dengan shalat dzuhur. Waktu shalat tersebut adalah mulai dari matahari bergeser ke barat hingga panjang bayangan seseorang sama dengan tingginya. Kemudian dia shalat di akhir waktu misalnya jam 2 siang karena udzur (halangan). Dalam waktu ini bolehkah dia melakukan shalat sunnah kemudian melakukan shalat wajib? Jawabnya boleh, karena waktu shalatnya masih lapang dan shalat sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Namun hal ini berbeda dengan puasa syawal karena puasa ini disyaratkan berpuasa ramadhan untuk mendapatkan ganjaran seperti berpuasa setahun penuh. Maka perhatikanlah perbedaan dalam masalah ini!
http://nandarsnote.blogspot.com/2011/09/puasa-syawal.html
Boleh Berniat di Siang Hari dan Boleh Membatalkan Puasa Ketika Melakukan Puasa Sunnah
Permasalahan pertama ini dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk menemui keluarganya lalu menanyakan: “Apakah kalian memiliki sesuatu (yang bisa dimakan, pen)?” Mereka berkata, “tidak” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalau begitu sekarang, saya puasa.” Dari hadits ini berarti seseorang boleh berniat di siang hari ketika melakukan puasa sunnah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terkadang berpuasa sunnah kemudian beliau membatalkannya sebagaimana dikatakan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anhu dan terdapat dalam kitab An Nasa’i. (Lihat Zadul Ma’ad, 2/79)
Semoga dengan sedikit penjelasan ini dapat mendorong kita melakukan puasa enam hari di bulan Syawal, semoga amalan kita diterima dan bermanfaat pada hari yang tidak bermanfaat harta dan anak kecuali yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ …
“Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, …” (HR. Tirmidzi, hadits ini hasan shohih)
Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits Qudsi:
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala, maka lakukanlah puasa sunnah setelah melakukan yang wajib. Di antara puasa sunnah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam anjurkan setelah melakukan puasa wajib ( puasa Ramadhan ) adalah puasa enam hari di bulan Syawal.
Dianjurkan untuk Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Hal ini dapat dilihat dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sahabat Abu Ayyub Al Anshoriy, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim)
http://nandarsnote.blogspot.com/2011/09/puasa-syawal.html
Pada hadits ini terdapat dalil tegas tentang dianjurkannya puasa enam hari di bulan Syawal dan pendapat inilah yang dipilih oleh madzhab Syafi’i, Ahmad dan Abu Daud serta yang sependapat dengan mereka. Sedangkan Imam Malik dan Abu Hanifah menyatakan makruh. Namun pendapat mereka ini lemah karena bertentangan dengan hadits yang tegas ini. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56)
Puasa Syawal, Puasa Seperti Setahun Penuh
Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا)
“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)
Orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang semisal. Puasa ramadhan adalah selama sebulan berarti akan semisal dengan puasa 10 bulan. Puasa syawal adalah enam hari berarti akan semisal dengan 60 hari yang sama dengan 2 bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan syawal akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 dan Syarh Riyadhus Sholihin, 3/465). Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat ini bagi umat Islam.
Apakah Puasa Syawal Harus Berurutan dan Dilakukan di Awal Ramadhan Syawal?
Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, 8/56 mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhal (utama) melakukan puasa syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fitri. Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.” Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa syawal tiga hari setelah Idul Fitri misalnya, baik secara berturut-turut ataupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa syawal.
http://nandarsnote.blogspot.com/2011/09/puasa-syawal.html
Catatan: Apabila seseorang memiliki udzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari di bulan syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qodho’ (mengganti) puasa syawal tersebut di bulan Dzulqaiddah. Hal ini tidaklah mengapa. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, 3/466)
Tunaikanlah Qodho’ (Tanggungan) Puasa Terlebih Dahulu
Lebih baik bagi seseorang yang masih memiliki qodho’ puasa Ramadhan untuk menunaikannya daripada melakukan puasa Syawal. Karena tentu saja perkara yang wajib haruslah lebih diutamakan dari pada perkara yang sunnah. Alasan lainnya adalah karena dalam hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” Jadi apabila puasa Ramadhannya belum sempurna karena masih ada tanggungan puasa, maka tanggungan tersebut harus ditunaikan terlebih dahulu agar mendapatkan pahala semisal puasa setahun penuh.
Apabila seseorang menunaikan puasa Syawal terlebih dahulu dan masih ada tanggungan puasa, maka puasanya dianggap puasa sunnah muthlaq (puasa sunnah biasa) dan tidak mendapatkan ganjaran puasa Syawal karena kita kembali ke perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tadi, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” (Lihat Syarhul Mumthi’, 3/89, 100)
Catatan: Adapun puasa sunnah selain puasa Syawal, maka boleh seseorang mendahulukannya dari mengqodho’ puasa yang wajib selama masih ada waktu lapang untuk menunaikan puasa sunnah tersebut. Dan puasa sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Tetapi perlu diingat bahwa menunaikan qodho’ puasa tetap lebih utama daripada melakukan puasa sunnah. Hal inilah yang ditekankan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -semoga Allah merahmati beliau- dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’, 3/89 karena seringnya sebagian orang keliru dalam permasalahan ini.
Kita ambil permisalan dengan shalat dzuhur. Waktu shalat tersebut adalah mulai dari matahari bergeser ke barat hingga panjang bayangan seseorang sama dengan tingginya. Kemudian dia shalat di akhir waktu misalnya jam 2 siang karena udzur (halangan). Dalam waktu ini bolehkah dia melakukan shalat sunnah kemudian melakukan shalat wajib? Jawabnya boleh, karena waktu shalatnya masih lapang dan shalat sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Namun hal ini berbeda dengan puasa syawal karena puasa ini disyaratkan berpuasa ramadhan untuk mendapatkan ganjaran seperti berpuasa setahun penuh. Maka perhatikanlah perbedaan dalam masalah ini!
http://nandarsnote.blogspot.com/2011/09/puasa-syawal.html
Boleh Berniat di Siang Hari dan Boleh Membatalkan Puasa Ketika Melakukan Puasa Sunnah
Permasalahan pertama ini dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk menemui keluarganya lalu menanyakan: “Apakah kalian memiliki sesuatu (yang bisa dimakan, pen)?” Mereka berkata, “tidak” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalau begitu sekarang, saya puasa.” Dari hadits ini berarti seseorang boleh berniat di siang hari ketika melakukan puasa sunnah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terkadang berpuasa sunnah kemudian beliau membatalkannya sebagaimana dikatakan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anhu dan terdapat dalam kitab An Nasa’i. (Lihat Zadul Ma’ad, 2/79)
Semoga dengan sedikit penjelasan ini dapat mendorong kita melakukan puasa enam hari di bulan Syawal, semoga amalan kita diterima dan bermanfaat pada hari yang tidak bermanfaat harta dan anak kecuali yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.
Apa Itu IDM?
IDM atau Internet Downloader Manager Adalah Salah satu Program Komputer Untuk Memaksimalkan / mengoptimalkan Dalam Melakukan Downloading File Apapun Dari Internet.
http://nandarsnote.blogspot.com/2011/09/apa-itu-idm.html
Sebelum Melakukan Pembelian Komputer, Sebaiknya Mintalah Petugas Penjualan Untuk Menginstal Aplikasi ini, Karena Jika Tidak, Anda Harus Googling Dulu Untuk Mencari dan Mengunduhnya Dari Internet.
http://nandarsnote.blogspot.com/2011/09/apa-itu-idm.html
Sebenarnya Ada Banyak Sekali Situs Internet Yang Mengediakannya, Tapi Itu Justru Membingungkan Mana Yang Harus Di Pilih. Kebanyakan Situs Internet Membuat Kita Surfing Kesana Kemari.
http://nandarsnote.blogspot.com/2011/09/apa-itu-idm.html
Sebelum Melakukan Pembelian Komputer, Sebaiknya Mintalah Petugas Penjualan Untuk Menginstal Aplikasi ini, Karena Jika Tidak, Anda Harus Googling Dulu Untuk Mencari dan Mengunduhnya Dari Internet.
http://nandarsnote.blogspot.com/2011/09/apa-itu-idm.html
Sebenarnya Ada Banyak Sekali Situs Internet Yang Mengediakannya, Tapi Itu Justru Membingungkan Mana Yang Harus Di Pilih. Kebanyakan Situs Internet Membuat Kita Surfing Kesana Kemari.
Hutang Dalam Islam
Jangan Sok Punya Uang atau Umur Panjang
dan Penghasilan Yang Bisa di jadikan Jaminan untuk melunasi Hutang,
Karena Allah Sewaktu-waktu dapat mengambil nyawa kita, lalu bagaimana
dengan hutang yang kita tinggalkan di dunia ? Hutang Tetaplah Hutang,
Jika Kita Tidak Membayarnya Di Dunia, maka itu akan menjadi hutang Kita Di
Akherat.
Abu Said Al-Khudhri radhiyallahu ’anhu bertutur: “Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ’alaih wa sallam masuk masjid. Tiba-tiba ada seorang sahabat bernama Abu Umamah radhiyallahu ’anhu sedang duduk di sana. Beliau bertanya: ”Wahai Abu Umamah, kenapa aku melihat kau sedang duduk di luar waktu shalat?”
Ia menjawab: ”Aku bingung memikirkan hutangku, wahai Rasulullah.”
Beliau bertanya: ”Maukah aku ajarkan kepadamu sebuah do’a yang apabila kau baca maka Allah ta’aala akan menghilangkan kebingunganmu dan melunasi hutangmu?”
Ia menjawab: ”Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda,”Jika kau berada di waktu pagi maupun sore hari, bacalah do’a:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
Artinya :
”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.”
Kata Abu Umamah radhiyallahu ’anhu: ”Setelah membaca do’a tersebut, Allah berkenan menghilangkan kebingunganku dan membayarkan lunas hutangku.” (HR Abu Dawud 4/353)
Doa ampuh yang diajarkan Nabi sallallahu ’alaih wa sallam kepada Abu Umamah radhiyallahu ’anhu merupakan doa untuk mengatasi Masalah hutang yang berkepanjangan. Di dalam doa tersebut terdapat beberapa permohonan agar Allah ta’aala melindungi seseorang dari beberapa masalah dalam hidupnya. Dan segenap masalah tersebut ternyata sangat berkorelasi dengan keadaan seseorang yang sedang dililit hutang.
Pertama, ”Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih.” Orang yang sedang berhutang biasanya mudah menjadi bingung dan tenggelam dalam kesedihan. Sebab keadaan dirinya yang berhutang itu sangat potensial menjadikannya hidup dalam ketidakpastian alias bingung dan menjadikannya tidak gembira alias bersedih hati.
Kedua, ”Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas.” Biasanya orang yang berhutang akan cenderung menjadi lemah. Dan biasanya orang yang malas dan tidak kreatif dalam menjalani perjuangan hidup cenderung mudah berfikir untuk menacari pinjaman alias berutangketika sedikit saja menghadapi rintangan dalam hidup. Sedangkan orang yang rajin cenderung tidak berfikir untuk berhutang selagi ia masih punya ide solusi selain berhutang dalam hidupnya. Orang rajin bahkan akan menolak bilamana memperoleh tawaran pinjaman uang karena ia anggap itu sebagai suatu beban yang merepotkan.
Ketiga, ”Aku berlindung kepada Engkau dari sifat pengecut dan kikir.” Biasanya orang yang terlilit hutang menjadi orang yang diliputi rasa takut. Ia cenderung menjadi pengecut. Jauh dari sifat pemberani. Mentalnya jatuh dan tidak mudah memiliki kemantapan batin. Dan orang yang berhutang mudah menjadi kikir jauh dari sifat demawan. Bila kotak amal atau sedekah melintas di depannya ia akan membiarkannya berlalu Hal ini karena ia menggunakan logika ”Bagaimana aku bisa bersedekah, sedangkan hutangku saja belum lunas.”
Keempat, ”Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.” Doa bagian akhir mengandung inti permohonan seorang yang terlilit hutang. Ia serahkan harapannya sepenuhnya kepada Allah ta’aala Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji agar menuntaskan problem hutang yang berkepanjangan membebani hidupnya. Di samping itu ia memohon agar dirinya dilindungi Allah ta’aala dari kesewenang-wenangan manusia. Kesewenangan dimaksud terutama yang bersumber dari fihak yang berpiutang. Sebab tidak jarang ditemukan bahwa pihak yang berpiutang lantas bertindak zalim kepada yang berhutang. Ia merasa telah menanam jasa dengan meminjamkan uang kepada yang berhutang. Lalu ia merasa berhak untuk berbuat sekehendaknya kepada yang berhutang apalagi jika yang berhutang menunjukkan gejala tidak sanggup melunasi hutangnya dengan segera.
Itulah sebabnya dunia modern dewasa ini banyak diwarnai oleh berbagai tindak kezaliman. Sebab dalam era dunia modern manusia sangat mudah berhutang.
Dalam kebanyakan transaksi manusia dianjurkan untuk terlibat dalam hutang alias transaksi yang tidak tunai. Sedikit sedikit kredit. Apalagi skema pelunasan hutangnya melibatkan praktek riba yang termasuk dosa besar.
Islam adalah ajaran yang menganjurkan manusia untuk membiasakan diri bertransaksi secara tunai. Ini bukan berarti Islam mengharamkan berhutang. Hanya saja Islam memandang bahwa berhutang merupakan suatu pilihan yang bukan ideal dan utama. Itulah sebabnya ayat terpanjang di dalam Al-Qur’an ialah ayat mengenai berhutang, yaitu surah Al-Baqarah ayat 282.
Suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu didatangi anaknya yang hendak meminjam uang. Lalu ia berkata kepadanya ”Nak, aku tidak punya uang.” Lantas anaknya mengusulkan agar ayahnya pinjamkan dari Baitul Maal (Simpanan Kekayaan Negara). Maka Umar-pun menulis memo kepada pemegang kunci Biatul Maal yang isinya: ”Wahai bendahara, tolong keluarkan sekian dinar dari Baitul Maal untuk aku pinjamkan ke anakku. Nanti biar aku cicil dengan potong gajiku tiga bulan ke depan.”
Maka memo tersebut dibawa oleh anaknya dan diserahkan kepada bendahara. Tidak berapa lama iapun kembali menemui ayahnya dengan wajah murung. ”Ayah, aku tidak menerima apa-apa dari bendahara kecuali secarik kertas ini untuk disampaikan kepadamu.” Maka Umar menyuruh anaknya membacakan isi memo balasan itu. Isinya ”Wahai Amirul Mu’minin Umar bin Khattab, bagiku sangatlah mudah untuk mengeluarkan sekian dinar dari Baitul Maal untuk engkau pinjam. Namun aku minta syarat terlebih dahulu darimu. Aku minta agar engkau memberi jaminan kepadaku bahwa tiga bulan ke depan Amirul Mu’minin Umar bin Khattab masih hidup di dunia untuk melunasi hutang tersebut.” Maka Umar langsung beristighfar dan menyuruh anaknya pulang...!
Jadi Saudaraku... Sedapat Mungkin Agar Kita Melakukan Transaksi Secara Tunai, Mamah Dede Dalam Acara Mamah dan A'A' Indosiar Berpesan.
"Kalau Punya Duit Belanja, kalau Nggak Punya Duit Diemm"
Artinya, Jangan Sok Punya Uang atau Umur Panjang dan Penghasilan Yang Bisa di jadikan Jaminan untuk melunasi Hutang, Karena Allah Sewaktu-waktu dapat mengambil nyawa kita, lalu bagaimana dengan hutang yang kita tinggalkan di dunia ? Hutang Tetaplah Hutang, Jika Kita Tidak Membayarnya Di Dunia, maka itu akan menjadi hutang Kita i Akherat.
Jangan Tergiur dengan tawaran kartu kredit, jika Tidak Ada jaminan bagi Anda untuk membayarnya.
Semoga Bermanfaat
Jangan Lupa Klik LIKE atau Share Ya....
Subscribe to:
Posts (Atom)
10 Artikel Terpopuler di BLOG Nandar
-
Sedikit Ilmu Yang Bisa Saya Sharing Pada Postingan Kali ini adalah tentang kalimat yang sering menjadi akhir dari diskusi atau ilmu-ilmu isl...
-
Surat Perjanjian Jual Beli Kredit ataupun tunai merupakan Hal yang sangat penting untuk mengikat pihak pembeli dan pihak penjual sebagai buk...
-
Assalamu Alaikum.... Dalam Laman ini, Insya Allah Saya Akan bagikan Kumpulan Display Picture ( DP ) Atau Profile Picture ( PP ) Untuk Pengg...
-
Afwan, Terima kasih Sebelumnya Untuk Saudara Saya Yang Masukkan Saya Dalam Sebuah Grup Facebook " DEBAT TERBUKA SALAFI VS TABLIGH...
-
Teks Khutbah Jum'at ini saya buat atas permintaan teman saya yang ingin belajar khutbah, bilamana ada kesalahan dalam pengetikannya, Mo...
-
Semua kebijakan yang tercantum di bawah dapat berubah sewaktu-waktu, update terus laman ini untuk info terbaru. 🙏🏻🙏🏻🙏🏻 Hai Snack Frien...
-
LOGO AC MILAN LOGO ARSENAL LOGO LOGO CHELSEA LOGO INTERMILAN LOGO JUVENTUS ...
-
Hari 'kasih sayang' yang dirayakan oleh orang-orang Barat pada tahun-tahun terakhir disebut 'Valentine Day' amat popular d...
-
TikTok Cash Is Gone, Mohon Maaf, Postingan ini sudah di hapus karena program tiktok cash sudah berakhir, Pihak TikTok Cash telah berusaha un...
-
Jasmine | Pagi ini Sempat Di Bikin Shock Juga Dengan Kelakuan Seseorang Yang Tidak Bertanggung Jawab, Entah Dia manusia atau Bukan, Wa...